JENUH

Kemarin kau datang dengan janji

Memberiku kehangatan
Keindahan dan ketenangan
Sekarang, langit malah berubah hitam
Menjatuhkan segala bebannya
Menimpa rumahku yang hampir roboh

Kemana larinya harapan
Yang pernah kau tanamkan
Dikebun belakang "saung" kecilku
Tenggelam terbawa banjir
Atau runtuh  bersama aliran longsor

Tak terdengar lagi nyanyian 
Yang ada hanya suara tangis
Menggerutu dan mengutuk
Semua yang mendekatinya

Harapan yang kutunggu
Enggan bertamu ke dalam 
Lama sekali aku menunggu
Hampir pada puncak kesabaranku
Lama.... dan semakin lama...!
Hingga kini nyawaku sudah diujung ubun-ubun
Harapan itu, hanya bayangan

Di saat Tuhan sudah memanggilku
Aku tak dapat menerima 
Karena tak ada yang dapat kubanggakan 
Untuk unjuk diri dihadapannya
Bahwa "Aku eksis di dunia-Nya"

Jenuh... jenuh rasanya menunggu
Sesuatu yang pasti tidak pasti

Sudahlah... kalau memang aku harus tidak berharap
Agar hati ini tidak mengingkan untuk selamanya
Asal ada penjelasan 
Bahwa aku jangan berharap
Aku kan rela tuk menghilangkannya
Dari ingatan dan khayalan

Jenuh... jenuh rasanya menunggu
Sesuatu yang telah pergi... dan tak pernah 


(Illustrasi: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjeKxj6QSyd_BT31LiB5aJuN7PMi5qQ_E-c5u8LOpIG8JGRhulSIw05RBDVOr3S0KC-WqGZLjdCaDqjw6RD-h0SpJR1nr8SRbHNuQ-xlR4M0ZremSw9JRTRmJzNNtmBYD6GrMba3s5AW6k/s320/jenuh.jpg)