Filosofi
manajemen menurut Pearce dan Robinson (1988:76) sebagaimana dikutip Sagala
(2007:128) diyakini akan menghasilkan citra baik di mata publik, dan akan
memberikan imbalan keuangan dan psikologis bagi mereka yang bersedia
menginvestasikan tenaga dan dana untuk membantu keberhasilan institusi.
Sedangkan filosofi organsiasi sekolah adalah menempatkan nilai-nilai, keyakinan
organsiasi sekolah, dan membimbing tingkah laku personal sekolah melaksanakan
tugas dan tanggung jawab lebih profesional dalam seluruh aspek kegiatan
institusi.Karena itu, kebijakan sekolah menyediakan pedoman yang mendefinisikan
program kerja yaitu tujuan dan target yang ditetapkan, strategi ditentukan dan
diimplementasikan, serta diawasi.Kebijakan pun memperkenankan kepala sekolah
sebagai manajer professional menyusun strategi dengan memilih salah satu
alternatif untuk pengambilan keputusan.
Dalam
dunia bisnis manajemen strategi digunakan untuk memprediksi kecenderungan pasar
dan peluang-peluang memperoleh keunggulan bersaing.Sementara itu, dunia
pendidikan menggunakan konsep manajemen strategis untuk lebih mengefektifkan
pengalokasian sumber daya yang ada dalam pencapaian tujuan
pendidikan.Menentukan tujuan-tujuan strategis adalah memformulasikan
hasil-hasil yang diharapkan dicapai secara menyeluruh selama satu periode.Para
pemimpin sekolah dan guru menerjemahkan ke dalam istilah yang spesifik
hasil-hail penyelenggaraan program sekolah, mencapai tujuan memenuhi misinya.
Proses yang berperan penting menentukan tujuan-tujuan strategis dikembangkan
oleh berbagai macam konfigurasi kekuatan dari dalam dan luar organisasi,
seperti kepala sekolah dan guru, asosiasi guru, stakeholders, peserta didik dan orangtua peserta didik, suplier
kebutuhan sekolah, pemerintah pusat dan provinsi serta pemerintah
kabupaten/kota, kemudian kelompok-kelompok sosial yang menaruh perhatian
terhadap program sekolah (Sagala, 2007:128-129)
Dalam
dunia pendidikan, persaingan adalah hal yang wajar.Munculnya persaingan itu
adalah untuk mendapatkan objek pendidikan (siswa/ mahasiswa)
sebanyak-banyaknya.Oleh karena itu, bisanya hanya pimpinan institusi pendidikan
yang bermental gigih dan kuatlah yang mampu menghadapi kerasnya persaingan
ataupun krisis yang terjadi didalam perjalanan sekolah atau universitasnya.
Persaingan
dalam memperebutkan objek pendidikan, sangat erat kaitannya dengan kecekatan seseorang
yang terjun dalam bidang pendidikan dalam mengenali selera pasar serta
pemilihan pasar usaha yang tepat. Agar objek pendidikan loyal, maka harus
mempunyai strategi guna mempertahankan mereka agar tidak lari ke
pesaing-pesaing lain. Menurut Purnomo dan Zulkieflimansyah (Faisal dan Sanusi:
2008) hal-hal yang harus diperhatikan dalam menghadapi hal tersebut adalah :
1.
Analisis kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh para pesaing,
anda bisa belajar dari kehebatan atau kelebihan yang mereka miliki.
2.
Analisis juga kelemahan-kelemahan yang ada pada usaha mereka. Hal
ini berguna bagi anada untuk memanfaatkan kelenahan pesaing sebagai peluang
baru yang dapat anda tawarkan kepada pelanggan atau konsumen anda.
Muhadjir
Effendy (2007:3) dalam makalahnya menekankan bahwa manajemen strategis adalah
suatu proses yang continuous, iterative dan crossfunctional
yang bertujuan untuk menjamin agar universitas mampu menyesuaikan diri dengan dinamika
perubahan yang ada. Agar universitas dapat bergerak dengan cepat dan benar,
maka diperlukan kemampuan menentukan posisi baru dengan paradigma dan orientasi
baru yang disebut dengan repositioning. Reposisi universitas
dilaksanakan dengan menilai dan mereview seluruh kekuatan dan kelemahan
sehingga dapat menentukan mana yang harus diperbaiki dan diperkuat.
Sejalan
dengan pandangan Muhadjir, Mulyasa (2007:221) memandang bahwa dalam dunia
pendidikan, analisis situasi harus ditindaklanjuti dengan penggunaan tenik
analisis SWOT, meliputi aktivitas evaluasi terhadap kekuatan dan kelemahan
internal sistem pendidikan serta peluang dan ancaman yang berasal dari luar sistem
pendidikan. Situation audit didasarkan pada nilai-nilai, dukungan, dan
kemampuan yang ada. Dengan demikian, akan dapat diketahui kekuatan dan
kelemahan, serta kebutuhan-kebutuhan yang belum terpenuhi dalam penyelenggaraan
pendidikan.
Substansi
perencanaan terkandung dalam empat hal di atas, berisi akumulasi informasi
hasil analisis situasi atau bagian dari perencanaan berupa corporate
appraisal, position audit, assessment of current position, and planning
premises. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan: (1) harapan-harapan
masyarakat di luar sistem, (2) harapan manajer dan tenaga kependidikan organisasi,
(3) database yang berisi informasi tentang past performance, the current
situation, and the future, (4) melakukan analisis dengan menggunakan teknik
WOTS UP analysis.
Langkah
berikutnya menurut Mulyasa adalah memformulasikan master strategis dan program
strategis. Master strategis meliputi kegiatan pengembangan misi utama, tujuan
dan kebijakan, sedangkan program strategis menyangkut pengadaan, penggunaan dan
pengaturan sumber-sumber untuk kepentingan suatu kegiatan. Bidang kajiannya
meliputi semua aktivitas organisasi, dapat berupa “profits, capital,
expenditures, market share, organization, pricing, production, marketing,
finance, public relation, personel, technological capabilities, product
improvement, research and development, legal matters, management selection and
training, and political activities”.
Program
strategis tersebut selanjutnya dapat dijabarkan ke dalam program jangka
menengah dan program jangka pendek, kemudian dilanjutkan dengan implementasi
dan evaluasi program.
Menurut
Kusmana (2009) dalam melaksanakan manajemen strategis, saat ini telah
berkembang dari suatu manajemen strategis yang tradisional ke arah suatu sistem
manajemen bersifat kontemporer.Sistem manajemen strategis kontemporer memiliki
karakteristik yang berbeda dengan sistem manajemen tradisional. Sistem
manajemen tradisional hanya berfokus pada sasaran-sasaran yang bersifat
efisiensi keuangan, sedangkan sistem manajemen kontemporer mencakup 4 (empat)
perspektif yaitu mencakup perspektif efisiensi keuangan, proses layanan
internal, kepuasan pelanggan, dan pertumbuhan layanan jasa.
Langkah-langkah
yang harus ditempuh dalam melaksanakan manajemen strategis adalah menggunakan
empat komponen manajemen strategis, yaitu:
(1) Analisis potensi dan
profil satuan pendidikan (sekolah/madrasah) untuk mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan;
(2) Analisis lingkungan
untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman dalam melaksanakan layanan jasa
pendidikan;
(3) Menetapkan visi dan misi
berdasarkan analisis potensi dan lingkungan sebagai acuan dalam pengelolaan
satuan pendidikan;
(4) Menetapkan strategi yang
diperlukan untuk meningkatkan kinerja sekolah dalam mencapai visi dan misi
sekolah.
Berdasarkan
pandangan manajemen strategis kontemporer diperlukan keseimbangan antara
efisiensi keuangan dengan proses layanan. Peningkatan pembiayaan harus diiringi
dengan peningkatan proses layanan, misalnya dengan menggunakan sarana teknologi
atau media lain yang menjadikan proses layanan lebih simpel, cepat, dan akurat.
Peningkatan pembiayaan harus sejalan dengan kepuasan pelanggan (custommer
satisfaction), semakin besar biaya yang dikeluarkan maka semakin meningkat
pula jumlah pelanggan karena mereka merasa puas dengan layanan yang diberikan.Peningkatan
pembiayaan harus diiringi pula dengan penambahan atau pertumbuhan layanan jasa.
Peningkatan pembiayaan yang dapat meningkatkan proses layanan dan kepuasan
pelanggan seharusnya menumbuhkan jenis layanan jasa lainnya (difersifikasi)
layanan jasa pendukung pendidikan.Manajemen strategis kontemporer di atas dapat
diterapkan pada satuan pendidikan (sekolah/madrasah/pesantren/pusat kegiatan
belajar masyarakat).Penerapan manajemen strategis ini dapat mendorong satuan
pendidikan dalam menjalankan program peningkatan mutu pendidikan.
Siswanto
(2007) menegaskan keunggulan dan Manfaat Manajemen Strategis dalam organasasi
pendidikan antara lain :
a.
Keunggulan implementasi manajemen strategis
Keunggulan
implementasi manajemen strategis dapat dievaluasi dengan menggunakan tolok ukur
sebagai berikut :
1) Profitabilitas
Keunggulan ini
menunjukkan bahwa seluruh pekerjaan diselenggarakan secara efektif dan efisien,
dengan penggunaan anggaran yang hemat dan tepat, sehingga diperoleh profit
berupa tidak terjadi pemborosan.
2) Produktivitas Tinggi
Keunggulan ini
menunjukkan bahwa jumlah pekerjaan (kuantitatif) yang dapat diselesaikan
cenderung meningkat. Kekeliruan atau kesalahan dalam bekerja semakin berkurang
dan kualitas hasilnya semakin tinggi, serta yang terpenting proses dan hasil
memberikan pelayanan umum (siswa dan masyarakat) mampu memuaskan mereka.
3) Posisi Kompetitif
Keunggulan ini terlihat
pada eksistensi sekolah yang diterima, dihargai dan dibutuhkan masyarakat.
Sifat kompetitif ini terletak pada produknya (mis : kualitas lulusan) yang
memuaskan masyarakat yang dilayani.
4) Keunggulan Teknologi
Semua tugas pokok berlangsung
dengan lancar dalam arti pelayanan umum dilaksanakan secara cepat, tepat waktu,
sesuai kualitas berdasarkan tingkat keunikan dan kompleksitas tugas yang harus
diselesaikan dengan tingkat rendah, karena mampu mengadaptasi perkembangan dan
kemajuan teknologi.
5) Keunggulan SDM
Di lingkungan organisasi
pendidikan dikembangkan budaya organisasi yang menempatkan manusia sebagai
faktor sentral, atau sumberdaya penentu keberhasilan organisasi.Oleh karena itu
SDM yang dimiliki terus dikembangkan dan ditingkatkan pengetahuan, ketrampilan,
keahlian dan sikapnya terhadap pekerjaannya sebagai pemberi pelayanan kepada
siswa. Bersamaan dengan itu dikembangkan pula kemampuan memecahkan masalah yang
dihadapi oleh sekolah pada masa sekarang dan untuk mengantisipasi masalah –
masalah yang timbul sebagai pengaruh globalisasi di masa yang akan datang.
6) Iklim Kerja
Tolok ukur ini
menunjukkan bahwa hubungan kerja formal dan informal dikembangkan sebagai
budaya organisasi berdasarkan nilai – nilai kemanusiaan.
Di dalam budaya
organisasi pendidikan, setiap SDM sebagai individu dan anggota organisasi
terwujud hubungan formal dan hubungan informal antar personil yang harmonis
sesuai dengan posisi, wewenang dan tanggung jawab masing – masing di dalam dan
di luar jam kerja.
7) Etika dan Tanggung Jawab
Sosial
Tolok ukur ini
menunjukkan bahwa dalam bekerja terlaksana dan dikembangkan etika dan tanggung
jawab sosial yang tinggi, dengan selalu mendahulukan kepentingan masyarakat,
bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok dan/atau organisasi.