PEMBERDAYAAN : SELAYANG PANDANG


Istilah pemberdayaan berasal dari bahasa Inggris empowerment. Kata empowermet diartikan memberikan kekuatan (power) atau daya. Ruth Alsop et.all. menyatakan bahwa pemberdayaan adalah the process of enhancing of individual’s or group’s capacity to make purposive choice and to transform those choices into desired actions and outcomes (proses peningkatan kemampuan individu atau kelompok dalam membuat pilihan purposive dan mentrasformasikan pilihan-pilihan tersebut ke dalam tindakan dan hasil yang diinginkan). Dalam definisi Alsop tersebut terlihat jelas bahwa pemberdayaan setidaknya membutuhkan dua proses: proses peningkatan dan proses transformasi.

Konsep pembedayaan bersumber dari pemikiran teoritis tentang daya (power). Karenanya untuk mampu memahami apa sebenarnya pemberdayaan, maka kunci konsep yang paling dibutuhkan adalah dengan memahami teori dasar tentang power itu. Meski demikian, membicarakannya membutuhkan tempat yang lebih luas, sedangkan dalam artikel ini dibatasi pada pada pemberdayaannya.
Elisheva Sadan (2004), menyatakan pemberdayaan is related to the word power. In English, the concept leans on its original meaning of investment with legal power – permission to act for some specific goal or purpose. Konsep pemberdayaan sebagaimana dikemukakan tersebut mengarah kepada dua penekatan: kekuatan yang berkembang dan pemanfaatannya. Dalam kenyatannya bahwa seseorang menjalani hidupnya dalam rangka mencapai tujuan yang dikehendakinya dengan mengaturnya sendiri ataupun dibantu oleh orang lain. Bentuk-bentuk pemberdayaan sangat berkaitan dengan proses dan outcome yang dicapainya.
Menurut Juran (1999), pemberdayaan (empowerment) merupakan suatu kondisi dimana para karyawan suatu organisasi memiliki pengetahuan, keterampilan, otoritas dan keinginan untuk memutuskan dan melakukannya dalam batas-batas tertentu. Karyawan dalam hal memikul tanggungjawab dan konsekuensi atas aktivitas-aktivitasnya sebagai bentuk kontribusi untuk mencapai kesuksesan perusahaan.
Karyawan dalam pemberdayaan organisasi melakukan aktivitas-aktivitas untuk merespon kebutuhan dan peluang yang ada. Mereka diharuskan untuk menciptakan kepuasan customer, keamanan, kualitas dan nilai dari produk dan pelayanan, perlindungan terhadap lingkungan, hasil bisnis dan peningkatan proses yang berkesinambungan, produk dan orang-orang. Potensi penuh dari pemberdayaan karyawan diwujudkan dalam bentuk pemberdayaan organisasi, pada saat karyawan mampu memposisikan tujuan dengan tujuan tertinggi organisasi yang telah ditentukan, memiliki otoritas dan peluang untuk memaksimalkan kontribusinya, memiliki kemampuan (kafabelitas) untuk melaksanakan suatu kegiatan tertentu, dan komitmen terhadap tujuan-tujuan organisasi dan memiliki daya dukung untuk mencapainya. Berdasarkan uraian tersebut, pemberdayaan dirumuskan dalam rumus sebagai berikut:

"PEMBERDAYAAN=KEDUDUKAN x OTORITAS x KEMAMPUAN x KOMITMEN"

Kedudukan (aligment) Kedudukan karyawan dalam pencapaian tujuan tertinggi organisasi, mereka harus mengetahui kebutuhan-kebutuhan pelanggan dan stakeholders lainnya, dan harus mengetahui, menjalankan dan menyiapkan diri dalam mengkonstribusikan usaha-usaha bagi penyusunan strategi-strategi organisasi, tujuan, sasaran dan perencanaan organisasi.
Otoritas dan peluang (authority and opportunity). Agar karyawan mampu memilki otoritas dan peluang dalam memaksimalkan kontribusinya, organisasi harus malakukan pengaturan beberapa urusan sebagai berikut: (a) konsitensi dari otoritas individu, tanggungjawab dan kafabelitas, (b) menghilangkan berbagai hambatan yang menghalangi suksesnya pengujian otoritas, (c) alat-alat penting dan dukungan dalam penempatan.



Kafabelitas (capability). Tanpa kapabelitas berakibat terhadap timbulnya bahaya yang mengancam para karyawan ketika melakukan suatu aktivitas. Tujuan organisasi tidak akan tercapai jika para karyawannya tidak mengetahui aktivitas-aktivitas apa saja yang harus dikerjakan atau bagaimana mereka harus berbuat. Karenanya, maka para karyawan hrus memiliki kafabilitas (kemampuan) dalam mencapai tujuan yang ditentukan. Karyawan yang berdaya mengetahui bagaimana ia mamu melakukan apa yang perlu dikerjakan, dan dia memiliki keterampilan (skills) dan informasi tentang cara melakukannya. Pelatihan merupakan alat yang signifikan untuk meningkatkan kafabilitas karyawan.
Komitmen (commitment). Komitmen adalah bagian dari pandangan yang dapat dibuktikan ketika karyawan memahami tanggungjawabnya dalam rangka membuat kesuksesan, dan membuat inisiatif dalam meningkatkan kesuksesan tersebut. Organisasi harus mampu mempertahankan komitmen karyawan dengan cara melakukan demonstrasi secara berkesinambungan bahwa “karyawan adalah anggota berharga yang dimiliki organisasi”, dan mendapatkan pengakuan yang tepat serta mendapatkan penghargaan.
Pemberdayaan merupakan bukti bahwa keberhasilan suatu organisasi harus dicapai secara bersama-sama atasan dan bawahan, pimpinan dan karyawan. Pemberdayaan merupakan langkah strategis dalam rangka menciptakan keberhasilan secara berkesinambungan pada setiap bagian organisasi. Dikatakan pemberdayaan apabila terjadi pelimpahan kekuasaan dari pimpinan kepada komponen-komponen yang berada di bawahnya.
Keempat aspek pemberdayaan sebagaimana dikemukakan Juran harus dapat dilaksanakan seara seimbang, karena jika tidak maka alih-alih pemberdayaan tidak akan membuahkan kesuksesan.
1) Kedudukan tanpa otoritas berimplikasi pada perbudakan, sehingga mengakibatkan terjadinya saling siku dan saling menjatuhkan. Kedudukan tanpa kafabelitas, ibarat mempercayakan sesuatu urusan kepada yang bukan ahlinya, tinggal tunggu kehancurannya. Dan kedudukan tanpa komitmen hanya mengakibatkan penghamburan tenaga dan uang saja, tanpa menghasilkan keuntungan apapun bagi organisasi.
2) Otoritas tanpa kedudukan mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan. Otoritas tanpa kafabelitas, sama saja dengan memberikan kekuasaan kepada orang bodoh, salah-salah ia akan dimanfaatkan oleh orang yang memiliki kemampuan lebih. Otoritas tanpa komitment, akan berdampak jelek terhadap keberlangsungan organisasi.
3) Kafabilitas tanpa kedudukan sama dengan tidak adanya penghargaan terhadap kualitas. Kafabilitas tanpa otoritas tidak akan memiliki kekuatan apapun untuk membangun organisasi. Kafabilitas tanpa komitmen, akan dimanfaatkan oleh organisasi lain sehingga lambat lain organisasi akan ditinggalkan oleh orang-orang yang berkualitas.
4) Komitment tanpa kedudukan sama dengan tidak adanya penghargaan terhadap jasa. Komitmen tanpa otoritas sama saja dengan menganggap setiap orang sebagai tukang/kuli. Komitmen tanpa kafabeliti mengakibatkan sulitnya karyawan mencapai peningkatan.
Jadi, semuanya harus seiring, seimbang dan sejalan pada arah yang sama. Idealnya, sebuah pemberdayaan harus memberikan kejelasan apa kedudukannya, sejauhmana otoritas yang dimilikinya, kemampuan apa yang menjadi prasaratnya dan sejauhmana komitmennya.

Wallahu A’lam.

Rujukan:
1) Juran, JM. & Godfrey, A.B. (1999). Juran's Quality Handbook, 5th Edition, NY: McGraw-Hill.
2) Sadan, E. (2004). Empowerment and Community Planning, Tt: TP.
3) Alsop, R. et.all. (2006). Empowerment in Practice: from Analysis to Implementation, Washington: The World Bank.